Teruntuk kamu,
yang selalu menyemangatiku, yang bisa membuat aku tersenyum sendiri.
Suatu hari, aku pernah berdoa
pada Tuhan agar aku bisa mendapatkan buah segar, enak kumakan, bermanfaat untuk
tubuhku seterusnya. Kemudian Tuhan menghadirkan banyak pohon di dekatku. Tapi
aku tak tahu pohon mana yang berbuah yang kumaksud, aku sama sekali tak
menemukan pohon itu. Aku hanya mampu menunjuk pohon demi pohon dengan jariku
dan berkata dalam hati, “Pohon itu
buahnya enak gak ya? Beracun apa tidak? Baik untuk tubuhku apa tidak?”.
Sampai saatnya aku menunjuk satu
pohon yang mungkin tampakku buah itu segar dan berguna untuk tubuhku kelak.
Dengan tanpa curiga, dengan tanpa ku pikir lagi, aku bergumam dalam hati, “Aku mau buah itu, aku harus ambil buah
itu, buah itu terlihat segar, buah itu sudah masak, buah itu berguna untuk
tubuhku kelak”. Tanpa persiapan, tanpa ku bawa apa-apa, tanpa memikirkan
strategi memanjat, aku akhirnya memanjat pohon itu dan dalam bayanganku “semakin aku naik, Tuhan mendekatkan aku
dengan buah itu”. Ketika aku sudah naik beberapa ranting saja, kulihat buah
itu semakin segar, kulihat buah itu semakin dekat, kulihat buah itu bermanfaat
besar untukku.
Beberapa ranting telah ku
lewati, tapi aku lelah. Sejenak aku beristirahat, tidur menghadap atas (buah
itu). Tersenyum aku menghadap buah itu. Entah mengapa, sekilas ada yang
mengingatkanku dan berbisik padaku, “pohon
ini tinggi sekali, buah itu jauh, di sana, di atas sana, kamu tidak membawa
apa-apa untuk memanjat lebih cepat dan selamat. Banyak yang ingin buah itu,
bukan kamu saja! Bahkan mungkin mereka lebih mudah mengambilnya dengan
persiapan, tanpa mereka harus memanjat. Yah, dengan gala, dengan jaring yang
tinggi juga untuk menggapainya”. Sempat terpikir olehku “Siapa mereka? Lagi pula mereka itu belum
datang, dan aku yang datang duluan”. Tak terpikirkan olehku untuk putus
asa, tak kuhiraukan bisikan itu yang mengingatkanku. Ku lanjutkan untuk
memanjatnya.
Kulewati sudah setengah pohon
ini. Perjalanan panjang yang melelahkan dan untungnya belum ada hambatan sama
sekali dari tadi. Kulanjutkan naik ke atas dan buah itu kurasa semakin mendekat
dan mudah untuk ku gapai. Tanganku ku ulurkan ke atas ternyata belum sampai. Ku
lanjut naik lagi. Tapi kali ini aku ingin tidur sejenak, dan kulihat buah itu
lagi dan berasa buah itu tersenyum padaku dan berkata, “semoga mimpi indah”. Aku kemudian tertidur dan bermimpi aku bisa
mendapatkan buah itu, aku memakan buah itu, buah itu memang bermanfaat untukku,
tidak beracun, enak sekali, manis, dan segar.
Tiba-tiba saat aku tertidur, aku
terbangun dan aku sedikit kaget karena aku tidak berpegangan pada apapun, aku
nyaris jatuh. Tapi aku tak mampu menahan tubuhku lagi. Tampak dari sini (dari
atas pohon), mereka datang (masih jauh) dan mereka melihat buah yang
kuperjuangkan dan seolah buah itu tersenyum pada mereka. Pikiranku sudah tidak
bisa berpikiran jernih untuk mendapatkan buah itu lagi, aku sudah bingung.
Sedangkan aku sedikit melemaskan tubuhku dan akhirnya aku meraih satu batang
yang kuat, kurobohkan badanku. Aku tergantung di pohon itu. Lama sekali, lelah
rasanya tanganku mempertahankan tubuhku ini. Kulihat semua dahan, ranting dan
batangnya mulai mengecil seolah tak kuat menahan tubuhku ini dan akan patah.
Aku berdoa pada Tuhan agar aku
tidak jatuh. Kuselipkan pertanyaan di antara doaku, “kenapa dengan pohon ini Tuhan? Kenapa pohon ini seolah ingin
menjatuhkan aku? Mengapa kulihat pohon ini begini? Padahal ketika aku naik tadi
pohon ini besar dan kuat”. Lama sekali aku mempertahankan tubuhku digantung
oleh pohon ini. Kulihat buah itu, sepertinya ia tersenyum mengejek aku bahwa
aku belum bisa menggapainya. Aku sudah tak kuat lagi menahan tanganku yang
telah lama mempertahankan kamu yang sebenarnya tidak menginginkan aku untuk
mengambil kamu. Ku renggangkan jariku perlahan, entah bagaimana bisa seketika
itu aku meneteskan air mata. Perih rasanya batang ini tiba-tiba mengeluarkan
duri. Tanganku mulai berdarah. Aku sudah tak mampu menahan sakit ini. Aku menyerah!
Kulepaskan genggaman tanganku dari batang itu. Kupejamkan mata dan berterima kasih
pada Tuhan karena aku tahu artinya berjuang. Tubuhku mulai terhempas jatuh,
dengan darah, dan air mata yang menetes jatuh juga. Terima kasih kamu memang
sangat berharga. Lihat saja pohon itu menjaga kamu. Mungkin tunggu saat yang
tepat agar kamu di petik oleh seseorang. Mungkin jika saja ada yang menjualmu
maka taruhan nyawa seseoranglah mungkin yang akan membayar kamu. Kamu sangat
mahal. Kamu memang berharga. Padahal banyak buah-buah yang lain yang sama
seperti kamu. Entah mengapa aku melihat kamu. Aku tergeletak lemah di tanah.
Sakit rasanya aku yang terlalu berharap tinggi kemudian jatuh begitu saja.
Ini kisahku memperjuangkan kamu,
kamu yang hanya diam di sana, yang tak akan pernah bisa melihat mimpiku, kamu
yang tak pernah tahu di sini ada seseorang mengharap kamu, kamu yang tak pernah
tahu ada seseorang yang mengorbankan yang ia punya demi kamu (tapi itu masih
kurang). Kamu tunggu di sana ya. Suatu saat aku bisa memiliki kamu. Meski aku
tidak harus memanjat lagi. Kamu tetap di sana ya, sebagai penyemangat aku untuk
mempersiapkan semua peralatan untuk mendapatkan kamu. Di sini aku akan berjuang
dulu. Di jalan yang lain. Aku akan bisa sesukses kamu (nanti). Dan aku yakin
jika aku berjuang untuk sukses, Tuhan akan mengubah takdirku. Takdirku yang
mungkin nanti aku bisa jadi sebagai seorang wanita terhormat, bukan lagi
memperjuangkan kamu. Tapi kamu yang sudah masak pohon akan jatuh sendiri dan
kugenggam dalam tanganku tanpa harus aku melihat kamu. Tapi kamu yang harusnya
melihat aku. Dan aku yakin, Tuhan akan mengubah semuanya, bukan lagi aku dan
kamu, tapi kita.
Salam hangat dari
aku yang pernah kamu janjikan untuk bertemu,
dari aku yang hampir setiap hari dihubungi kamu (walau sekarang tidak lagi),
dari aku yang diam-diam sering memimpikan kamu.
dari aku yang hampir setiap hari dihubungi kamu (walau sekarang tidak lagi),
dari aku yang diam-diam sering memimpikan kamu.
0 komentar:
Posting Komentar